THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Kamis, 27 November 2008

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Revolusi teknologi informasi dan komunikasi memang mencengangkan. Dan ‘kekinian’ nampaknya menjadi penanda utama. Sejak jatuhnya biaya telepon tiga menit antara New York dan London dari US$ 300 (tahun 1930, dengan kurs dolar tahun 1996) menjadi 45 sen (tahun 1996), nilai pasar telekomunikasi dunia kini mencapai lebih dari 1 trilyun dolar AS. Dikombinasikan dengan perkembangan komputer, efek revolusi biaya komunikasi ini berantai. Badan telekomunikasi internasional, ITU, melaporkan dari kira-kira hanya 513,4 juta orang (8% populasi dunia) yang menggunakan internet pada tahun 2001 angka itu kini mencapai 1 milyar (16%) hanya dalam tiga tahun.

Dampak ekonominya menakjubkan. Transaksi business-to-costumer (B2C) online mencapai 108 milyar dolar AS sementara business-to-business (B2B) 1.3 trilyun dolar AS. Karena itu, tak heran jika ada klaim bahwa globalisasi yang dipompa teknologi informasi ini dianggap berkah; informasi sudah menjadi ‘mata uang’ baru, dan karenanya ia juga menjadi ‘alat kekuasaan’ yang baru. Filsuf Inggris Francis Bacon (1561-1626) sudah lama mengatakan ini dengan ungkapannya yang terkenal “pengetahuan adalah kekuasaan”. Namun, baru dalam jaman neoliberalisme ini ungkapan Bacon sungguh bisa dilihat wujudnya.

Tetapi klaim di atas baru separuh cerita. dan sebaiknya kita tidak terjebak dengan klaim serampangan itu. Di tahun 1960, sebanyak 20% warga paling kaya dunia menguasai 70,2% kekayaan dunia, dan 20% warga paling miskin mengontrol 2,3% kekayaan dunia. Pada akhir 1990, seperlima penduduk yang paling kaya itu menguasai 86 persen kemakmuran dunia, sementara seperlima yang paling miskin hanya mengais-ngais 1 persennya. Kini? Angka itu sudah menjadi 88 persen dan 0,85 persen. Karena cepatnya pertumbuhan jumlah peduduk, angka absolut penduduk miskin itu tak berkurang sedikitpun. Justru di awal milenium ini, dari sekitar 5,4 milyar penduduk bumi, lebih dari 1,3 milyar manusia masih hidup di bawah satu dolar per orang per hari dan jumlah serupa tak punya akses pada air bersih. Juga jangan lupa, dua pertiganya adalah wanita dan anak-anak.

Bagaimana dengan teknologi komunikasi? Kesenjangan yang sama terjadi antara negara kaya dan miskin. Kesenjangan akses terhadap teknologi komunikasi makin lebar seiring dengan makin lebarnya kesenjangan ekonomi. Digital divide, demikian orang bilang, yaitu kondisi kesenjangan dimana di satu negara (miskin) akses terhadap teknologi komunikasi sangat rendah dibandingkan dengan negara lain (kaya). dan karena itu, negara miskin makin sulit mengejar ketinggalannya.

Terhadap persoalan ini, muncul berbagai upaya untuk mengatasi kesenjangan digital supaya negara miskin tak terlalu tertinggal. Maka berlomba-lombalah upaya digitalisasi ini dijalankan. Bahkan dalam pertemuan dunia masyarakat informasi (WSIS) PBB pun menggelar target menjembatani kesenjangan digital ini sebagai bagian upaya mengurangi kemiskinan.

0 komentar: